TEORI BIAYA DAN PENERIMAAN


MAKALAH
ILMU EKONOMI MIKRO ISLAM
 

TENTANG:
TEORI BIAYA DAN PENERIMAAN

OLEH
RISKA OKTA VADILA
1730403084

DOSEN PENGAMPU:
DR. H. SYUKRI ISKA, M.Ag
IFELDA NENGSIH, SEI., MA


JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2018 M / 1439 H
 
 
 
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Istilah biaya bisa diartikan dengan sebagai cara dan pengertian yang tepat akan berubah-ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Biasanya, biaya berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang harus dibayar. Analisis biaya dan penerimaan merupakan salah bagian terpenting dalam produksi. Dengan analisis biaya akan terlihat efesiensi produksi, tingkat keuntungan atau kerugian perusahaan, tingkat output yang optimal, dan lain-lain. Dengan adanya pajak nilai suatu produksi dan meningkat, tetapi  berbeda dengan zakat, zakat tidak akan mempengaruhi nilai jual suatu produk.
Untuk itu, dalam makalah ini akan membahas tentang biaya dan penerimaan, dampak bunga dan bagi hasil dalam produktivitas dan juga akan membahas tentang dampak pajak dan zakat dalam pembiayaan dan pinjaman.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan biaya dan penerimaan?
2.    Apa dampak bunga dan bagi hasil dalam produktifitas?
3.    Bagaimana pajak dan zakat dalam analisis pembiayaan dan pinjaman?

C.  Tujuan
1.      Mampu menjelaskan pengertian biaya dan penerimaan.
2.      Mampu menejelaskan dampak bunga dan bagi hasil dalam produktifitas.
3.      Mampu menjelaskan pajak dan zakat dalam pembiayaan dan pinjaman.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Biaya dan Penerimaan
Biaya adalah pola perubahan biaya dalam kaitannya dengan perubahan volume kegiatan atau aktivitas perusahaan (mi salnya volume produkdifitas atau volume penjualan). Besar kecilnya biaya dipegaruhi oleh besar kecilnya volume produksi atau volume penjualan. Berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan perusahaan. Biaya dapat digolongkan atas: biaya variabel, biaya tetap, dan  biaya semi variabel, atau biaya semi tetap. Berikut ini penjelasan masing-masing jenis biaya tersebut. (Suprayitno, 2008, h. 187).
Biaya variabel adalah biaya-biaya yang selalu berubah secara proporsional (sebanding) dengan perubahan volume kegiatan perusahaan. Besar kecilnya biaya variable dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi/ penjualan secara proporsional. Contoh jenis biaya ini antara lain: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, sebagian biaya overhead pabrik (seperti: penyusutan aktiva tetap pabrik yang dihitung berdasarkan jumlah unit produksi), komisi penjualan ayng ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari hasil penjualan dan sebagainya. (Suprayitno, 2008, h. 188).
Biaya tetap adalah biaya-biaya yang di dalam kapasitas teetentu totalnya tetap, meskipun volume kegiatan perusahaan berubah-ubah. Sejauh tidak melampaui kapasitas, biaya tatap total tidak dipengaruhi oleh besar-kecilnya volume kegiatan perusahaan. Sedangkan biaya semi variabel adalah biaya-biaya yang totalnya selalu berubah tetapi tidak proporsional dengan perubahan volume kegiatan-kegiatan perusahaan. Berubahnya biaya ini tidak dalam tingkat perusahaan yang konstan. (Suprayitno, 2008, h. 191).
Penerimaan adalah terjemahan dari revenue yaitu suatu konsep yang menghubungkan antara jumlah barang yang diproduksi dengan harga jual per unitnya. Konsep penerimaan tentu saja dipandang dari sisi permintaan karena tidak semua barang yang ditawarkan akan menjadi penerimaan. Seain itu, penerimaan adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. Terdapat tiga konsep penting tentang revenue yang perlu diperhatikan untuk analisis perilaku produsen.
1.    Total Revenue (TR), yaitu total penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya.
2.    Average Revenue (AR), yaitu penerimaan produsen per unit output yang dijual.
3.    Marginal Revenue (MR), kenaikan TR yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output.
 Oleh karena sifat penerimaan berhubungan dengan unit barang yang djual maka bila perusahaan tidak menghasilkan dan menjual barang maka tentu saja perusahaan nol, sebaliknya semakin banyak jumlah barang terjual semakin besar penerimaan sehingga kurva penerimaan berupa garis lurus tak hingga. Akan tetapi terkadang ada juga kasus di mana penerimaan yang justru akan makin menurun seiring bertambahnya jumlah penjualan, hal ini tentu saja dikarenakan faktor permintaan atas barang dan juga karena faktor keberhasilan promosi. Dalam istilah matematis penerimaan yang semakin lama semakin menurun nilainya seiring dengan bertambahnya penjualan adalah penerimaan fungsi kuadrat, di mana penerimaan ini memiliki nilai ekstrim (akan dibahas kemudian). (Putong, 2010, h. 184).
 
B.    Dampak Bunga dan Bagi Hasil dalam Produktifitas
Karasteristik dari sistem bunga dalam analisa biaya produksi adalah bahwa biaya bunga yang harus dibayarkan produksi adalah tetap. Dengan demikian, biaya bunga akan menjadi fixed cost,  dengan kata lain berapapun jumlah output yang diproduksi bunga tetap harus dibayar. Konsekuensi lebih keberadaan biaya bunga akan meningkatkan total biaya (TC-TCi). (Karim, 2008, h. 113).
Dengan menggunakan sistem bagi hasil, hal ini tidak terjadi. Naiknya total cost akan mendorong break event point dari Q ke Qi. Secara grafis efek kenaikan biaya bunga sebagai berikut.



Untuk mengilustrasikan perbedaan dampak dari penggunaan bunga dan sistem bagi hasil dapat digambarkan pada tabel di bawah ini.
Seorang petani yang menanam padi menghadapi kendala pasar beras sebagai berikut; harga jual beras yang diminta dipasar adalah Rp 2000 per satu Kg, maka penerimaannya dari penjualan beras adalah Rp 4000, dan seterusnya. Adanya beban bunga yang dibayar akan mempengaruhi kurva penerimaan.kurva total peneriman dlam sistem bunga adalah TRi = TR.
Berbeda dengan sistem bunga kurva, pada sistem bagi hasil kurva faxed tidak mempengaruhi, akan tetapi pemberlakuan sistem ini akan berpengaruh terhadap  kurva TR. Diasumsikan bahwa petani dan shahibul maal membuat kesepkatan nisbah hasil sebesar 70:30 dari penerimaan (70% untuk petani, 30% untuk pemodal). Contoh, bila terjual satu Kg, maka bagi hasil yangditerima petani adalah Rp 1400, sedangkan porsi bagi hasil untuk shahibul maal adalah Rp 600. Bila 2Kg adalah Rp 2800, untuk petani dan seterusnya.
Jumlah Terjual (Kg)
Penerimaan (Rp)
Bagi Hasil (Rp)
1
2,000
1,400
2
4,000
2,800
3
6,000
4,200
4
8,000
5,600
5
10,000
7,000
6
12,000
8,400
Dst
Dst
Dst

Jadi, bila dalam sistem bunga yang berubah adalah kurva TC yaitu kurva TC akan bergeser paralel ke kiri atas, sedangkan dalam sistem bagi hasil yang berubah adalah kurva TR akan berputar ke arah jarum jam dengan titik 0 sebagai sumbu putarannya (lihat kurva di bawah ini). Semakin besar nisbah bagi hasil yang diberikan kepada pemodal  maka kurva TR itu semakin mendekati horizontal sumbu X. Titik BEP adalah titik impas, yaitu ketika kurva Trberpotongan dengan kurva TC, atau secara matematis titik BEP terjadi ketika TR = TC. Dengan berputarnya kurva total penerimaan dari TR menjadi TRrs, titik BEP yang tadinya terjadi pada jumlah output Q sekarang menjadi pada jumlah output Qrs. ( Karim, 2008, h. 114-115).


 


C.    Pajak dan Zakat dalam Analisis Pembiayaan dan Pinjaman
Meskipun sistem ekonomi yang islami tidak melarang secara mutlak pemungutan pajak, tetapi pajak merupakan sumber penerimaan negara yang tidak dianjurkan. Selain telah ada zakat, pemungutan pajak juga dapat membebani masyarakat sehingga sedapat mungkin dihindari. Menurut Qardhawi (1991) pajak dalam sistem ekonomi Islami akan dikenakan hanya jika: (1) benar-benar dibutuhkan, jadi ia bersifat darurat, (2) pembagian beban pajak dengan adil, dan (3) dana pajak benar-benar digunkan untuk pembangunan. Dalam kegiatan produksi adanya berbagai pajak memang dapat akan mempengaruhi struktur biaya penerimaan, sehingga akhirnya juga akan mempengaruhi berbagai keputusan produksi lainnya.
Salah satu contoh yang mudh dijumpa adalah pengenaan pajak penjualan atau pajak pertambahn nilai (PPN) pada barang-barang produksi. Pengenaan pajak ini tentu saja akan menyebabkan harga jual suatu barang meningkat. Misalnya, pengenaan pajak penjualan atas suku adang kendaraan atau mein sebesar 10% tentu saja akan meningkatkan harganya (dari posisi harga tidak dikenakan pajak). Kenaikan harga ini pada akahirnya akan mengurangi permintaan konsumen dan kemudian menurunkan penjualan barang tersebut. Penurunan penjualan ini pada akhirnya akan menurunkan penerimaan sekaliguskeuntungan perusahaan. (Anto, 2003, h. 262-263). Jadi, dengan adanya pajak akan mengakibatkan kenaikan nilai jual suatu produksi dan dapat menurunkan penerimaan dan keuntungan dari perusahaan.
Zakat merupakan pungutan wajib bagi harta yang dimiliki  seseorang muslim, tentunya setelah harta tersebut memenuhi syarat. Syarat ini, misalnya nisab (batas nilai minimal harta terkena zakat) dan khaul (batas waktu minimal kepemilikan harta terkena zakat). Jika persyaratan ini tidak terpenuhi maka pembayaran zakat menjadi tidak wajib. Zakat juga dikenakan terhadap harta perniagaan, yaitu barang yang diperjualbelikan. Zakat perniagaan ini akan dikenakan atas keuntungan yang telah diperoleh oleh produsen. Besarnya zakat perniagaan adalah 2,5 % dari keuntungan. (Anto, 2003, h. 264).
Karena zakat perniagaan dikenakan atas keuntungan, maka ia tidak akan mempengaruhi harja jual barang sebagaimana dalam pajak. Dengan sendirinya adanya zakat ini tidak akan mempengaruhi  titik  keseimbangan permintaan dan penawaran barang tersebut. Jika tingkat harga dianggap tetap maka zakat juga tidak memberikan dampak apapun pada struktur biaya. Keadaan ini berarti juga tidak berdampak pada penurunan laba sebagaimana dalam kasus pajak penjualan atau PPN di atas. Dengan demikian maka upaya perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan akan sejalan dengan upaya untuk memaksimalkan pembayaran zakat. Seorang muslim yang taat tentu saja memiliki keinginan untuk selalu meningkatkan zakatnya (sebagai refleksi keimanannya), sementara dalam saat sama ia juga ingin meningkatkan keuntungan yang diperolehnya. (Anto, 2003, h. 265). Jadi, dari uraian diatas, perbedaan zakat dan pajak yaitu kalau pajak dapat mempengaruhi nilai jual suatu produksi, tetapi zakat tidak. Karena zakat dikenakan pada keuntungan dan tidak menambah biaya produksi.






BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan        
Biaya adalah pola perubahan biaya dalam kaitannya dengan perubahan volume kegiatan atau aktivitas perusahaan (misalnya volume produkdifitas atau volume penjualan). Besar kecilnya biaya dipegaruhi oleh besar kecilnya volume produksi atau volume penjualan.
Dengan adanya pajak akan mengakibatkan kenaikan nilai jual suatu produksi dan dapat menurunkan penerimaan dan keuntungan dari perusahaan. Sedangkan zakat perniagaan dikenakan atas keuntungan, maka ia tidak akan mempengaruhi harja jual barang sebagaimana dalam pajak. Dengan adanya zakat ini tidak akan mempengaruhi  titik  keseimbangan permintaan dan penawaran barang tersebut. Jika tingkat harga dianggap tetap maka zakat juga tidak memberikan dampak apapun pada struktur biaya. Keadaan ini berarti juga tidak berdampak pada penurunan laba sebagaimana dalam kasus pajak penjualan atau PPN di atas.



 

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anto, Hendrie. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Yogyakarta: Ekonisia.
Karim, Adiwarwan. 2008 (Edisi 3). Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Putong, Iskandar. 2010. Economics Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Suprayitno, Eko. 2008. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang: UIN-Malam Press.

















Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI BIAYA PRODUKSI

Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam